Gunung Kerinci,
Pesonanya tiada tara.
Keindahannya yang sangat memesona.
Hijau dan birunya sungguh indah dipandang mata.
Meski lelah tak urung menjadi kendala,
aku tak kan jera untuk kembali ke atasnya
Persiapan demi persiapan telah dijalani. Mulai dari latihan fisik dengan jogging, turut serta dalam senam massal, hingga lari sore hampir setiap hari di kawasan yang terkenal adem di kota Palembang – Kambang Iwak (KI) – sampai melengkapi peralatan pendakian pun dilakukan.
Pesonanya tiada tara.
Keindahannya yang sangat memesona.
Hijau dan birunya sungguh indah dipandang mata.
Meski lelah tak urung menjadi kendala,
aku tak kan jera untuk kembali ke atasnya
![]() |
Gunung Kerinci yang Maha Indah |
Persiapan demi persiapan telah dijalani. Mulai dari latihan fisik dengan jogging, turut serta dalam senam massal, hingga lari sore hampir setiap hari di kawasan yang terkenal adem di kota Palembang – Kambang Iwak (KI) – sampai melengkapi peralatan pendakian pun dilakukan.
Waktu yang cukup mepet untuk mempersiapkan diri menggapai puncak gunung
tertinggi di Asia Tenggara dan puncak tertinggi di Indonesia di luar Papua
(Irian Jaya). Hanya 2 (dua) minggu dan menurut saya yang bertubuh jumbo ini
sangat kurang. Entah ini akan menjadi mimpi yang indah ataukah malah akan
menjadi mimpi yang buruk, yang jelas atap Sumatra menanti kami di hari
kemerdekaan Republik Indonesia – 17 Agustus 2017.
Berawal dari gagalnya rencana mendaki G. Semeru, saya dan rekan sehati
dan sejiwa namun beda raga – cece Picon – mendapat kabar yang sangat bagus dari
senior kita Yuk Iry (IG: @sopeana_iry) bahwa beliau bakalan nanjak ke puncak
Indrapura guna merayakan hari kemerdekaan di sana.
Akhirnya dengan keputusan yang tampak tergesa-gesa, kami menawarkan
diri untuk turut serta dalam ekspedisi pribadinya tersebut.
Singkatnya total peserta yang ikut serta dalam pendakian ini berjumlah
7 orang dan kami semua berasal dari Sumatera Selatan.
![]() |
Minus 1 Orang Karena Harus Pegang Kamera |
Perjalanan Penuh Kemacetan
Kami sudah menduga bahwa jalan darat adalah sebuah mimpi buruk. Tapi
kami tidak menduga akan seburuk ini karena kami tidak memperhitungkan faktor
kemacetan. Yah, siapa sangka jalan lintas akan sepadat dan semacet ini kalau
bukan karena menjelang acara perayaan 17-an.
Perjalanan Palembang-Sungai Penuh sampai molor hingga 12 jam dari
prediksi normalnya karena hampir di sepanjang perjalanan penuh arak-arakan dan
pawai pelajar sekolah guna menyambut acara perayaan hari kemerdekaan. Yah acara
yang patut diperingati mengingat Indonesia tidak berdiri dengan sendirinya
sejak dunia tercipta. Namun dengan jeri payah para pahlawan-lah kita akhirnya
bisa hidup tenang dan nyaman saat ini.
Sebenarnya bagi kebanyakan pendaki terutama yang berasal dari luar
Sumatra, perjalanan melalui udara biasa ditempuh langsung menuju Bandara
Internasional Minangkabau di Padang. Lalu perjalanan dilanjutkan via jalur
darat dengan waktu sekitar 8 hingga 9 jam. Karena meskipun jalur pendakian utama
berada di Desa Kersik Tuo di wilayah Provinsi Jambi, tapi nyatanya waktu tempuh
ke Desa Kersik Tuo lebih cepat melalui kota Padang dibanding kota Jambi karena
Gunung Kerinci sendiri berada di perbatasan antara 2 provinsi ini dengan posisi
yang lebih dekat ke kota Padang dibanding ke kota Jambi.
Namun bagi kami warga Sumsel dimana tidak ada penerbangan langsung dari
Palembang menuju Padang, dan penerbangan menuju kota Jambi hanya menghemat
waktu beberapa jam saja dan kami harus tetap melalui perjalanan darat
berjam-jam dari kota Jambi ke Ds. Kersik Tuo, dan sekaligus untuk menghemat
anggaran akhirnya diputuskan untuk mengendarai mobil dari Palembang. Kebenaran
salah satu rekan kami memiliki mobil pribadi yang bisa digunakan.
Sebenarnya saat ini sudah ada dua jalur resmi pendakian, jalur Kersik
Tuo dan jalur Solok. Namun jalur Kersik Tuo adalah jalur yang paling banyak
diminati para pendaki. Selain jalur ini adalah jalur tua yang sudah dibuka bertahun-tahun
dahulu, jalur ini juga tidak se-ekstrim jalur Solok yang panjang, basah hingga
rawa, dan masih samar dirasa karena belum banyak yang melaluinya. Juga yang
menjadi daya tarik utama jalur Kersik Tuo adalah posisinya yang langsung
berhadapan dengan perkebunan teh milik PTPN VI dan sangat dekat dengan objek
pendakian selanjutnya, yakni Danau Gunung 7 yang merupakan danau tertinggi di
Asia Tenggara yang terletak di atas Gunung 7.
Namun sebagai informasi tambahan, saat ini tidak perlu lagi terpaku
pada jadwal penerbangan melalui kota Padang dan harus melalui jalur darat yang
penuh liku dari Padang menuju Kersik Tuo karena sudah ada pesawat langsung dari
kota Jambi menuju kota Sungai Penuh dengan harga yang relatif terjangkau
mengingat waktu tempuh bisa kita hemat bahkan hingga 15 jam kalau kita dari
Palembang seperti kami. Dan kita hanya perlu berkendara lebih kurang 1 jam dari
kota Sungai Penuh menuju Ds. Kersik Tuo dimana perjalanan kita akan dimulai.
Sungai Penuh – Kersik Tuo
Waktu sudah menunjukkan pukul 22 lebih wib (saya lupa pastinya). Dengan
jalur yang mulai berkelok-kelok dan tanpa penerangan jalan yang memadai dan
hanya berbekal cahaya lampu mobil, kami pun meraba jalan menuju kaki G.
Kerinci.
Angin dingin malam hari tidak menyurutkan minat saya untuk membuka
jendela mobil dan merasakan kesegaran sekaligus dinginnya udara gunung hingga
mendapat omelan dari rekan seperjuangan yang kedinginan di belakang.
Tak pelak kami harus memperlambat laju mobil. Karena saat memasuki
areal perkebunan teh kabut pun menebal dengan jarak pandang yang mungkin tidak
sampai 10 meter pada saat itu. Beberapa kali mobil tiba-tiba menghantam lubang
di jalan karena benar-benar tidak terlihat. Sangat ekstrim mengingat kami tidak
tahu medan dan arah jalan.
Sambil terus mengelap kaca mobil dari embun dan memicingkan mata kami
pun perlahan tetap berpacu melawan kabut.
Bayangkan saat sedang fokus berkendara tiba-tiba dari kursi belakang ada
yang teriak, “jurang..., belok kiri”. Dan begitulah yang terjadi saat tiba di
salah satu tikungan di saat kabut tebal. Kami yang penumpang saja sampai hampir
lepas jantung, apalagi si supir. Alhamdulillah teman kami satu itu (sebut saja
bang supir – IG @musaddad18) cukup cekatan dan teruji dalam berkendara.
Syukur akhirnya kabut pun menghilang sebelum kami tiba di penginapan
yang sebelumnya telah kami pesan. Dan saat itu barulah kami sadar bahwa ternyata,
penginapan sudah terlewat cukup jauh dari posisi kami berhenti dan kami harus berbalik
arah kembali menuju kabut malam yang dingin dan menusuk.
Hari Ke-1
Diawali dengan tidur yang terasa sangat nyaman setelah menempuh
perjalanan berjam-jam di dalam mobil. Waktu tidur kami hanya sekitar 3 jam
mengingat kami harus segera bersiap-siap mengemas barang untuk dibawa mendaki Gunung
Kerinci. Dalam hati terasa bergetar seraya berdoa semoga pendakian ini akan
berjalan baik-baik saja dan membawa cerita yang mengesankan.
Sekitar pukul 7.00 kami memulai perjalanan menuju Pintu Rimba –
gerbangnya bagi para pendaki menuju puncak Indrapura. Kesiangan? Yah, kami
sangat kesiangan pada saat itu karena ada beberapa hal yang harus kami lakukan
sebelumnya. Dan mengingat sebagian dari kami belum mengenal satu sama lain,
maka kami saling memaklumi kekurangan masing-masing dalam manajemen waktu.
Oh ya, perjalanan dari penginapan menuju Pintu Rimba lumayan jauh. Ada
sekitar 3 kilometer bahkan lebih (mungkin) yang dimulai dengan melalui Tugu
Macan sebagai monumen yang mengingatkan kami bahwa kawasan Bukit Barisan dan TN
Kerinci Seblat sendiri merupakan habitat alami bagi harimau Sumatra. Dan kami hanya
bisa berdoa semoga kami tidak bertemu dengan salah satu dari mereka dalam
perjalanan ini.
Beruntungnya kami tidak jauh melewati Tugu Macan ada mobil terbuka
belakang yang menawarkan tumpangan menuju pos pendaftaran pendaki (Pos Bambu).
Dengan deru angin gunung menghempas wajah, kami sangat menikmati perjalanan
berkelok yang dilalui mobil tersebut di tengah hamparan hijau perkebunan teh
yang konon katanya terbesar dan tertua di Indonesia, sekaligus tertinggi ke-2
di dunia setelah perkebunan teh di Himalaya, India.
![]() |
Perkebunan warga sebelum pintu rimba |
![]() |
Pemandangan dari kawasan perkebunan |
Untuk mendaki G. Kerinci setiap pendaki harus mendata diri dan membayar uang kontribusi memasuki kawasan Taman Nasional (TN) Kerinci Seblat senilai hanya Rp7.500,00 per-orang (Agustus 2017). Ada beberapa petunjuk dan selebaran yang bisa kita baca di lokasi pendaftaran yang berupa petunjuk yang mungkin akan berguna bagi kita kelak di masa pendakian.
Saya sempat teringat wejangan seorang tetuah di kota Sungai Penuh saat
kami beristirahat sambil mengisi perut yang sudah sangat kelaparan.
"Cuaca di gunung mudah berubah-ubah dan sebagian besar hujan. Namun
antara bulan Juli, Agustus, dan September, biasanya tidak ada badai besar yang
melanda di kawasan punggung dan puncak gunung, namun memang biasa berkabut".
Pendakian pada bulan Agustus terutama menjelang hari kemerdekaan
biasanya sangat ramai dan medan yang ditempuh akan lebih sulit mengingat
kawasan G. Kerinci adalah hutan tropis basah yang apabila banyak diinjak
pejalan kaki dan lalu diguyur hujan akan menjadi kubangan super besar dan
membuat medan pendakian terasa semakin sulit.
Kemungkinan tersesat lebih kecil karena akan ada banyak pendaki yang
hilir mudik saling susul berebut lokasi berkemah di shelter 2 dan 3 lantaran
banyaknya peserta. Namun apabila terjadi kemungkinan terburuk kita terpisah
dari rekan-rekan kita, jangan sampai melakukan perjalanan menurun karena akan
membuat kita semakin tersesat ke dalam hutan. Yang terbaik adalah lakukan
perjalan memutar sejajar punggung gunung, karena suatu saat kita akan kembali
ke jalur pendakian.
![]() |
Sampahnya dijaga mas/mbak-bro |
![]() |
Baru pos 1 dah kuyuh |
Ada 3 pos dan 3 shelter yang akan kita lalui di pendakian ini. Termasuk
Pos Bambu tempat registrasi izin masuk TNKS, kita akan melalui Pintu Rimba yang
akan menjadi gerbang masuk sekaligus batas antara perkebunan warga dan
belantara hutan yang akan kita lalui. Selanjutnya Pos 1 (Bangku Panjang) dengan
ketinggian 1.890 mdpl, Pos 2 (Batu Lumut) dengan ketinggian 2.010 mdpl, Pos 3 (Pondok
Panorama) dengan ketinggian 2.225 mdpl, Shelter 1 dengan ketinggian 2.505 mdpl,
Shelter 2 dengan ketinggian 3.506 mdpl, dan Shelter 3 dengan ketinggian 3.320
mdpl.
Jarak antara Pintu Rimba menuju Pos 1 berkisar sekitar 30-40 menit
dengan jalur landai yang basah, berlumpur, sesekali harus melalui beberapa
pohon tumbang.
Pos 1 menuju pos 2 hanya berkisar sekitar 20-30 menit dengan jalur yang
masih landai. Pos 2 ke pos 3 berkisar sekitar 30-45 menit, dan pos 3 menuju
shelter 1 yang terbilang cukup jauh membutuhkan waktu lebih kurang 1 jam.
Mulai dari Pos 3 perjalanan yang sesungguhnya baru dimulai. Rute akan
semakin menanjak , dipenuhi akar-akar pohon dan hutan yang semakin melebat
namun masih terbilang cukup landai dan banyak bonusnya – istilah bagi para
pendaki untuk jalur setapak landai di antara jalur menanjak – jika dibandingkan
dengan rute selanjutnya yang harus dilalui menuju kawah Gunung Kerinci.
Mulai dari shelter 1 bonus akan semakin sedikit dan seolah-olah
menghilang ketika kita sampai di shelter 2 menuju shelter 3, dan shelter 3
menuju Puncak Indrapura.
![]() |
Mulai dari Shelter 1 aktifitas berganti dari semula mendaki jadi memanjat |
Kekurangannya, shelter 2 merupakan tanah datar yang tidak terlalu luas
sehingga sudah terlihat padat dengan beberapa tenda saja. Selain itu, lokasi
ini masih cukup jauh untuk mencapai puncak gunung Kerinci, sehingga untuk
menikmati matahari terbit dari puncak gunung kita harus rela mulai mendaki
sejak pukul 2 dini hari. Dan itu pun kalau kita termasuk pendaki dengan langkah
yang cepat dan pernapasan yang bagus. Sementara bagi para pendaki siput (keong)
yang berjalan sangat lambat seperti kami, tentunya akan butuh waktu yang lebih
dari itu untuk menikmati matahari terbit dari Puncak Indrapura.
Shelter 3 adalah tempat yang lebih terbuka dengan tanah keras yang baik
untuk mendirikan tenda. Namun di shelter 3 sudah sulit mencari mata air untuk
keperluan bermalam dan persiapan menuju puncak (summit attack) sehingga kita
harus mempersiapkan kebutuhan sebaik mungkin sebelum memutuskan untuk berkemah
di shelter 3.
Kelebihan lainnya berkemah di shelter 3 adalah kawasan ini sudah
terbebas dari kepungan pepohonan sehingga tidak ada halangan untuk memperoleh
signal ponsel, serta pemandangan yang bersih dan jelas untuk melihat baik ke
arah kaki gunung maupun ke puncak gunung. Juga pemandangan yang indah Gunung 7
yang tepat berada di sebelah Gunung Kerinci dengan air danau yang jernih sambil
membongkar tenda sebelum turun ke bawah. Tentunya pada hari yang tidak
berkabut.
Namun ketiadaan pepohonan tersebut juga ibaratkan 2 mata pisau.
Karena sudah tidak ada pepohonan tinggi lagi yang menjadi penghalau
sekaligus pelindung pekemah, maka akan lebih riskan berkemah di shelter 3
terutama di musim saat angin kencang dan curah hujan tinggi.
Diceritakan dari seorang teman dan timnya yang bahkan harus berjuang
untuk mempertahankan tendanya agar tidak rusak atau bahkan melayang terbawa
angin (meski ada orang dan barang-barang di dalamnya) menerangkan betapa
kencangnya angin malam di shelter 3. Pun setelah bertahan melalui malam
berangin meski tanpa hujan, mereka harus kehilangan tenda dan isinya setelah
turun dari puncak gunung kembali ke shelter 3 tempat berkemah.
Note 1: Biasanya pendaki akan memasukkan Gunung 7 ke dalam daftar pendakian
untuk didaki keesokan harinya setelah turun dari Gunung Kerinci.
Hindari berkemah di antara Pos1 hingga pos 3, karena menjadi rute
perjalanan harimau Sumatra saat mereka berburu makanan dan mencari minum. Dan
juga patut untuk berhati-hati saat menanjak di pagi dan sore hari terutama di
antara Pos 1 dan Pos 3, karena harimau biasanya makan dan minum di waktu-waktu
tersebut.
Saya membayangkan bagaimana kehidupan di belahan bumi utara dan selatan
di saat saya menggigil kedinginan dalam dinginnya malam, mereka bahkan
menjalaninya setiap hari – siang dan malam – dengan “kepulan asap” yang lebih
pekat keluar dari mulut saat berbicara.
Banyaknya pendaki yang lebih dulu tiba di shelter 2 membuat kami sudah
kehabisan lahan untuk menggelar tenda sehingga kami hanya bisa pasrah mendapat
tempat yang miring ditepi tebing dan tanjakan sambil berharap tidak terjatuh ke
bawah tebing di saat terlelap.
Dalam keadaan menggigil dan perut kosong saya sudah merasa ada yang
tidak beres dengan perut saya. Sebuah rasa yang dulu pernah ada namun sudah
lama terobati. #alah
Setelah tenda digelar kami langsung bergumul ke dalamnya mencari
kehangatan. Berganti pakaian kering dan segera mencoba untuk memasak guna
mengisi perut yang sudah sangat keroncongan hingga akhirnya kami sadar kami
menemui masalah baru. Api kompor kami tidak bisa dinyalakan. Berkali-kali kami
mencoba tetap tidak bisa dinyalakan. Kami pun meminta pertolongan pada tenda
sebelah yang tidak tidak lama sebelum kami yang ternyata juga mengalami hal
yang sama.
Kami sadar masalahnya ada di mana. Temperatur yang drop disertai
dinginnya hujan yang membasahi sebagian perlengkapan kami membuat gas mengalami
kondensasi dan cair/membeku (saya tidak mengerti bahasa ilmiah atau proses
reaksinya tapi rekan kami yang memang anak MAPALA juga sering alami saat
mendaki di saat suhu udara sudah benar-benar dingin.
Dengan sangat menyesal malam itu kami hanya ngemil mie instan kering
yang kami remas untuk disantap dan mencoba terlelap dalam keadaan setengah
lapar. Dan saya makin merasakan sesuatu terjadi dalam perut saya dan saya
mengenal perasaan tersebut lama sebelum ini.
Coin Casino Bonus Codes - No Deposit Required
BalasHapusNo deposit bonuses are always good and you can use them to win real money. The key is to maximize your chances of winning real money. You could win real 코인카지노 총판 money