Pahawang - Cinta Pertama Yang Penuh Kesan


WARNING!!! Karena folder foto pemandangannya kehapus, maka akan banyak foto-foto narsis yang terlihat di post ini.

==========================================================================

Ceritanya ini pengalaman pertama kali kita ke Pahawang lebih kurang 3 tahun yang lalu. Tepatnya di akhir April tahun 2017.

Berawal dari rencana bertiga perihal pengen jalan ke Pahawang sekitaran Agustus 2016, baru akhirnya 1 tahun kemudian rencana ini terealisasi (set dah, kalo kredit motor udah hampir kelar tuh).


Duduk di gerbong kereta gak kalah romantis kan...?

Pada mulanya kita rada bingung untuk menentukan transportasi dan akomodasi selama di Lampung. Maklum di masa itu Pahawang memang sudah terkenal tapi memang akomodasi belum sebanyak dan sebaik sekarang dengan puluhan operator yang membuka OT (Open Trip) hampir setiap hari.
Dan dulu juga belum ada vila-vila laut yang bisa dijadikan destinasi sampingan seperti sekarang. Sehingga pikiran kami rada kalut – bertiga kalau mau ke Pahawang ya otomatis bakalan mahal. Nginep di sana kita juga belum tau mau di mana. Belum lagi perihal makan dan lain sebagainya.

Setelah butek cari informasi sana sini, akhirnya kita putuskan kita akan posting trip dulu di aplikasi daring CS (Couchsurfing). Yup, kita juga anggota komunitas aplikasi daring tersebut dan kita berdomisili di Palembang. Dan Lampung adalah salah satu lokasi terdekat dari Palembang kalau lagi pengen mantai. Maklum Palembang mah ada apa atuh. Selain sungai Musi yang membelah kota dan makanan dengan berjuta rasa, wisata alam di sini rada susah.
Aplikasi penolong bagi sesama traveler irit duit

Setelah kita posting di sana, kita dapet tawaran dari anggota CS di Lampung untuk bermalam di kosnya di sana. Namun karena kita bertiga salah satunya perempuan jadi rada gak enak gitu ntar dikira ngapa-ngapain meski si perempuan ini gak nafsuin juga. :P (becanda).

Beberapa hari kemudian ada anggota CS di Palembang juga yang belum kita kenal tanya2 mengenai agenda kita ke Pahawang via aplikasi CS. Dan setelah pembicaraan yang panjang yang kita lalui berhari-hari, akhirnya kita putuskan untuk joint venture buat bikin trip ini jadi private trip saja dengan menyewa kapal sendiri dan akomodasi minta diaturkan dari abang yang punya kapal. Saat itu saya sudah mengantongi kontak salah satu pemilik kapal dari personil komunitas Backpacker Palembang


Pada akhirnya kita terkumpul 14 orang hingga hari keberangkatan, yang terdiri dari kita bertiga sebagai foundernya, rekan kita di CS beserta pacarnya sebagai co-foundernya, dan rekan kerja dan rekan sepermainan kita yang kita summon pake kemenyan dan kembang 7 rupa serta kita hasut buat ikutan ke Pahawang ini.


Trip dimulai dari titik temu (mepo) di Stasiun Kertapati Palembang (KPT). Kebeneran waktu itu ada long weekend  jadi kami tidak perlu ambil cuti buat menikmati keindahan Pahawang dan sekitarnya. Di sana kita akhirnya kenalan secara utuh kepada semua personil yang kelak akan menjadi teman yang sangat dekat hingga sekarang.


Angkutan desa di Kab. Pesawaran (kamera goyang)

Kami tiba di Stasiun Tanjungkarang Bandar Lampung (TNK) sekitar pukul 07.30 wib. Dan di sana kita udah ditunggu sama transportasi yang disediakan oleh si abang pemilik kapal yang kami sewa di sana (saat ini sudah sangat biasa kalau kita ikut trip ke Pahawang atau Kiluan bakalan langsung di tunggu di stasiun TNK).

Perjalanan ke Dermaga Ketapang tidak menghabiskan waktu yang lama, sehingga sumpeknya di dalam mobil pick up yang dimodifikasi menjadi angkutan desa ini tidak begitu menyiksa dengan 14 orang di dalamnya.




Setelah kami registrasi ulang di salah satu dermaga dan setelah kelar bayar-bayar dan foto-foto, kami langsung diarahkan untuk menuju kapal yang sudah menantikan keberangkatan kami. Inilah untung dan asiknya kalau kita sewa kapal sendiri atau kalau ikutan private trip, kita tidak perlu menghabiskan waktu yang lama untuk tunggu-tungguan sama peserta yang bisa saja kurang menghargai waktu orang lain.

Perjalanan dari Dermaga Ketapang menuju Pulau Pahawang sangatlah mengagumkan. Laut biru ditemani langit yang cerah, pulau-pulau kecil yang menemani perjalanan kami yang lalu Lalang dari pandangan mata selama 2 jam perjalanan kapal ini tidak akan membuat kami bosan. Sembari mengucap syukur dan banyak sekali rasa syukur terlahir di negara dengan penuh keindahan seperti ini.






Ada beberapa titik snorkeling yang kami pilih berdasarkan saran dari si abang yang punya kapal dalam trip kali ini. Dan beberapa di antaranya kami nikmati di perjalanan menuju Pulau Pawahang Besar tempat kami akan menginap malam itu.

Snorkeling-main di pulau-lalu snorkeling lagi sampe jari dan si junior jadi kecut mengkerut. Kami sangat menikmati perjalanan ini. Di kapal kami banyak bercerita dan bercanda, dan di air kita saling menjaga dan saling foto dengan latar belakang keindahan bawah laut Pahawang yang sebenarnya sudah sangat rusak.


tumpukan trumbu karang yang sudah rusak dan mati tersebar di pandangan mata

Di beberapa titik snorkeling yang kami lihat malah bukan sebuah keindahan trumbu karang, melainkan pemandangan mengenaskan kuburan dan tumpukan jasad trumbu karang yang entah hancur karena pariwisata yang diekspos secara keterlaluan, atau memang sudah rusak sejak dulu karena aktifitas pemancingan ikan yang tidak bertanggung jawab dengan pukat atau dengan racun.


upaya konservasi trumbu karang di sekitar Pahawang

Setelah bersnorkeling dan bermain lama di pulau yang keindahannya sangat aduhai. Malamnya kami bermalam di Pulau Pahawang Besar. Rumahnya adalah rumah penduduk yang dijadikan homestay, jadi saat ada tamu yang nyewa mereka akan tinggal di bagian lain rumah atau di rumah kedua di sekitar rumah utama mereka yang kami sewa malam itu.

santap sore di tepi pantai

Saat itu kami mendapat rumah dengan spot yang sangat premium. Rumah tersebut tepat di depan dermaga dengan tulisan Selamat Datang di Pulau Pahawang dengan pemandangan langsung ke laut lepas begitu kami membuka pintu rumah. Di depan rumah ada beberapa pondokan yang bisa dipakai untuk sekadar menikmati sore hari di pulau, makan malam bersama rombongan, bahkan tidur malam di sana selama cuaca tidak hujan.

Kami tiba di homestay yang akan kami tempati sekitar pukul 3-4 sore, dan tanpa ba bi bu, beberapa dari kami langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Tapi beberapa lagi masih asyik menikmati pulau dan bersantai di tepi pantai.






Kami bertiga si founder trip ini (alah!) ditambah salah satu rekan kerja di kantor, sudah tidak peduli dengan rumah tersebut. Lempar tas dan alat-alat snorkeling, kami pun langsung ke luar dan mulai mengeksplor alam sekitar pulau. Kami jalan keliling pulau (tidak sampe bahkan 1/2 putaran sih karena pulau ini cukup besar) lebih kurang selama 1,5 jam secara total. Kami menemukan sebuah area yang baru saja dibuka untuk penginapan sederhana di sana. Langsung dah geprok aja tu pantat ke pasir pantai yang halusnya aduhai sambil menikmati air kelapa segar yang kami ambil dari pohon kelapa terdekat (tetep bayar yah sama yang jaga lokasinya, jangan jadi pencuri karena itu bukan tanah tak bertuan. Biar halal gitu yang kita konsumsi).

Setelah beberapa lama ternyata kita disusul sama tim lainnya yang ternyata tanpa sadar ngikutin kita dari belakang. Dan akhirnya kita ngobrol dan bersantai di sisi lain Pulau Pahawang Besar yang sangat asri dan menawan. Sungguh nikmat mana lagi yang kamu dustakan. Sebuah anugrah di tengah keterbatasan cara hidup di pulau, para penduduk di sana diberikan suguhan magis seperti yang saat itu kami tatap dengan terkagum-kagum.

ikan bakarnya tentu tidak cuma segini

Malam itu kami mendapat suguhan ikan bakar yang memang sudah menjadi bagian dari trip yang kami ambil. Sedihnya kami tidak ikutan bakar ikannya sehingga kami tidak merasakan nikmatnya berbagi tugas dan bekerjasama untuk sebuah santapan ala laut yang segar dan lezat. Pokoknya tau-tau udah kelar aja itu ikan dibakar dan siap santap.

Kami lalui sebagian malam itu dengan obrolan yang panjang dan lebar yang makin mengeratkan tali persaudaraan kami ditemani ikan bakar yang panas yang makin menghangatkan suasana. Malam itu, kami yang terdiri dari berbagai usia, lingkungan kerja dan tumbuh dewasa, serta berbeda jenis kelamin dengan magisnya masing-masing mulai bercerita tentang kehidupan kami. Yup, Pahawang memiliki magisnya sendiri yang membuat kami para introvert tiba-tiba menjadi terbuka dengan diri masing-masing.






Kata para pakar, habiskanlah waktu selama 3 hari bersama orang terdekat, maka kamu akan mulai melihat dirinya yang sebenarnya. Dan itu aku buktikan dalam 3 hari 3 malam selama perjalanan ini yang mengeratkan kami dalam rangkaian tali tak kasat mata yang disebut persahabatan bahkan persaudaraan. Di lain cerita aku bakalan cerita lagi tentang trip lainnya dengan tim ini meski tidak seluruh anggota gabung.

Besok pagi sebelum yang lain bangun dari lelapnya tidur, kembali si founder trip ini bertiga langsung ambil alat snorkeling dan kembali nyebur ke laut dari tingginya dermaga beton di sisi kiri pulau lalu menikmati dinginnya sentuhan air laut yang belum banyak tersentuh hangatnya mentari.





Pagi adalah waktu yang sangat tepat untuk menemukan sebuah keindahan lain di kawasan ini. Antara peralihan sisi gelap menjadi terang, di saat hewan-hewan dari tengah bermain ke pesisir untuk mencari makan, di situlah tempatnya untuk menemukan sesuatu yang WOW seperti sebuah penyu laut yang sangat besar. Kami berenang bersamanya sekitar 10 menit hingga akhirnya dia beranjak ke arah laut lepas dan kami kembali ke homestay untuk sarapan dan melanjutkan trip ini.

Ada beberapa titik snorkeling dan wisata yang kami nikmati selama trip 2 hari 1 malam itu, di antaranya ada Pulau Pahawang Besar & Kecil, spot snorkeling Pahawang, Cukuh Bedil, dan Kelagian Lunik, Gosongan Pancong, Pasir Timbul Pulau Pahawang, Pulau Kelagian Lunik, dll. yang dengan keunikannya tersendiri memiliki nilai jual yang sangat mahal.


Trip ini ditutup dengan indahnya matahari terbenam (sunset) di Pulau Kelagian Lunik yang menjadi destinasi terakhir kami sebelum kami kembali ke Dermaga Ketapang untuk bersiap kembali ke kota Bandarlampung karena sebagian dari kami ada yang langsung kembali ke Palembang dengan kereta malam itu, meski saya dan beberapa yang lain masih ingin menikmati malam hari di Bandar Lampung.

Komentar