Cerita Indah di Selat Sunda - Gunung Anak Krakatau (Pengalaman Tak Tergantikan Sebelum Desember 2018)


G. Anak Krakatau (sebelum 2018)

Terkadang kita tidak pernah tahu bahwa perjalanan yang kita lalui dan momen yang terlewati ternyata akan menjadi sebuah pengalaman tak tergantikan dan tak akan persis sama ketika terulang kembali.

Gunung Anak Krakatau, atau banyak juga yang menyebutnya Anak Gunung Krakatau.
Terletak di tengah-tengah Selat Sunda yang membelah Pulau Sumatra dan Pulau Jawa. 
Menyimpan banyak cerita kelam sepanjang sejarahnya serta dikenal sebagai iblis di Selat Sunda. 

Tak pernah kita terlupa dari kisah amukannya pada tahun 1883 silam. Dengan suaranya  yang menggelegar bak sambaran dahsyat sang halilintar. Yang konon dapat terdengar hingga ke Pulau Madagaskar. Sebuah letusan maha dahsyat hingga menenggelamkan dirinya sendiri, kembali terlelap dalam gelombang di dasar Selat Sunda.

Sekarang. Lagi. Indonesia merasakan kengeriannya pada 2018 lalu. Meski belum setinggi ibunya yang meletus pada 1883 silam, tapi kembali sang anak mengamuk dan melontarkan isi perutnya hingga menghasilkan tsunami yang meluluhlantakan pesisir Serang, Banten dan sebagian Lampung Selatan serta menewaskan hampir 500 korban jiwa (di masa itu). 

Namun terlepas dari betapa mengerikannya momen tersebut, G. Anak Krakatau menyimpan rahasia akan keindahannya tersendiri sebagai penggalan cerita akan indahnya surga. Dan di sini kita akan berbagi hal yang menyenangkannnya saja.

== DAY 1 ==

Dermaga Canti (P. Sumatra menuju P. Sebesi)
Ombak besar di sekitar Dermaga Canti

Menurut saya pribadi pulau ini sangat indah (jangan dibayangkan secantik P. Bali, atau P. Bangka misalnya). Ini adalah pulau kecil yang dihuni oleh beberapa keluarga nelayan dan penjaga penginapan. Bibir pantainya memang tidak begitu panjang, tapi bagi penikmat keindahan bawah laut, kita tidak perlu berlama-lama dan bersusah payah mencari titik untuk memanjakan mata dengan bersnorkeling ria. Karena hanya cukup berenang beberapa meter dari bibir pantai kita sudah dimanjakan dengan pemandangan yang aduhai indahnya. Beraneka ragam trumbu karang dengan usia muda dan ikan yang lalu lalang selalu berhasil mencuri perhatian.


Menuju P. Sebesi

G. Rajabasa (menuju P. Sebesi)

Untuk menikmati kawasan sekitar Lampung Selatan (kalau dulu ya primadonanya kawasan taman laut kepulauan Krakatau), kita sebaiknya join trip dengan peserta lain yang berasal dari berbagai daerah bahkan manca negara melalui Open Trip yang dioperatori oleh organisasi pariwisata lokal. Karena trip ke Krakatau ini bukan trip murah dan membutuhkan perjalanan kapal yang panjang. Sehingga join trip adalah pilihan utama sebagian besar wisatawan untuk menghemat anggaran.





Pemandangan menuju P. Sebesi

Selama trip kita akan menggunakan sejenis kapal ikan yang cukup besar yang bisa menampung hingga 50 orang di dalamnya. Kapalnya bersih, bukan bekas ikan dan sudah dilengkapi dengan pelampung (life vest) yang tersedia bagi setiap pengguna kapal - safety first ya. Oh ya, perjalanan dari Dermaga Canti kadang-kadang tidak mulus. Seperti yang kami rasakan pada hari itu, karena cuaca mendung dan hujan di tengah perjalanan menuju P. Sebesi, kami pun merasakan sensai sebenarnya dari asiknya naik Kora-Kora. Kora-Kora di Dufan mah gak seberapa. Tapi itulah asiknya perjalanan ini yang akan memberikan tambahan memori yang akan menjadi bumbu-bumbu cerita ngeluyur kita.


Touchdown di P. Sebesi

Ada beberapa titik snorkeling yang akan kita datangi selama join trip ini. Beberapa diantaranya akan kita habiskan di hari pertama kita di sana. Ada spot Geligi, Cemara, dan lain-lain yang saya sudah lupa nama-namanya. Juga akan ada beberapa pulau kecil yang menjadi destinasi tambahan kalau kita sedang beruntung dan cuaca sedang baik sehingga waktu kita sedikit lebih panjang.




Ikannya banyak, warna/i, dan trumbu karangnya juga masih bagus (pada saat itu)

Salah satu pulau kecil nan indah yang tidak akan terlupa yakni P. Umang-Umang. Cantik bak perwujudan sang bidadari dengan pasir putihnya yang halus dan keindahan pemandangan sekitar yang sangat memanjakan mata. Pulau inilah yang menjadi saksi indahnya matahari terbenam di ujung selatan P. Sumatra. Sebuah tempat yang cocok untuk memadu kasih bersama orang tercinta sambil menikmati cantiknya pemandangan senja hari saat sang surya akan kembali ke peraduannya.

P. Umang-Umang

Sore di salah satu sudut P. Umang-Umang

Hari pertama di P. Sebesi ditutup dengan makan malam prasmanan yang telah sisiapkan oleh penyelenggara dengan sebuah pemandangan laut yang mewah dan cahaya bulan yang remang dan indah menenangkan.

senja sore menemani kembali ke P. Sebesi


Hall makan (makan malem di sini ditemani deburan ombak dan cahaya rembulan)


Area VIP (barak putri) - barak putra tidak terdokumentasi

== DAY 2 ==

Pukul 03.00 wib seyogyanya kami sudah berangkat kalau menurut jadwal yang diberikan oleh penyelenggara trip. Tapi entah apakah memang sebenarnya berangkatnya pukul 4 dan penyelenggara hanya memberikan jadwal lebih cepat supaya para peserta bisa tepat waktu, atau memang karena para pesertanya lemot jadi kami berangkat terlambat. Karena memang saya akui bahwa para pesertanya jam 3 saja ada yang belum bangun dan susah dibangunkan meski para panitia sudah berkali-kali hilir mudik menggedor pintu-pintu barak.

Pagi yang indah di P. Anak Krakatau

Lebih kurang pukul 04.00 wib.

Udara dingin khas angin laut dini hari sempurna dengan cuaca mendung dan berangin. Kami duduk di atas atap kapal dengan jaket dan sweater lengkap duduk berhimpitan untuk mengundang rasa hangat.
 
Angin sendu ditemani temaram sang rembulan yang sedikit malu menunjukkan sinarnya dari balik awan mendung nan kelabu menemani perjalanan kami selama lebih kurang 2 jam. Kemilau cahaya keemasannya memantul di permukaan air laut. Meningkatkan rasa sakral perjalanan ini. Sungguh laut yang luas tiada bertepi. 




Kami tiba di Pulau G. Anak Krakatau saat mentari masih dibalik cakrawala. Mega emas di langit kebiruan menjadi pertanda bahwa cuaca hari itu akan cerah.

Disambut deburan ombak, kaki kami mengijak pasir pantai berwarna hitam khas kepulauan vulkanik bekas guguran lava pada erupsi-erupsi sebelumnya. Kasar - adalah sensasi pertama saat kaki menginjaknya. Tapi sensasi berbeda itulah yang menambah nilai eksotisme pulau itu.


Di tepi pantai, terdapat pos yang merupakan pos yang didirikan pemerintah bagi penjaga pulau termasuk para ahli yang memantau pergerakan seismik dan vulkanik pulau. Maklum, Indonesia dan dunia sudah tahu betapa ngerinya kalau gunung ini sudah menunjukkan taringnya.

Pulau memiliki beberapa sumur untuk suplai air bersih penjaga dan para peserta tur. Beberapa bangunan yang didirikan pemerintah untuk mendukung pariwisatanya juga terlihat masih apik pada saat itu. Ngomong-ngomong meski kami masih di tepi pantai tapi air sumurnya terasa sangat hangat bahkan permukaan air di sumur terlihat berasap yang menandakan bahwa gunung ini masih sangat aktif dan dapur magmanya juga cukup dekat dengan permukaan tanah. Ada rasa takjub sekaligus ngeri saat menemukan hal-hal seperti ini.




Kami mulai mendaki dengan 4L4Y-nya sembari memegang kamera ponsel untuk mendokumentasikan segala hal bahkan sesuatu yang tidak penting seperti segerombolan semut yang sedang menyebrang jalan menuju pohon di seberang jalan.

Kami berjalan lurus dari pos pemantauan menuju titik tertinggi yang boleh digapai wisatawan (karena puncaknya terlalu bahaya jadi ada batas selamat menjelang puncak yang menjadi batas yang boleh diakses oleh wisatawan). 

Saat itu kami tidak tahu jika ada jalur landai di sisi kanan pos dengan kontur tanah yang lebih padat dan lebih ramah untuk didaki. 

Mendaki dari jalur yang kami ambil ini terbilang susah-susah gampang. Pendek sebenarnya, tapi membutuhkan vitalitas yang baik karena memiliki kemiringan yang curam yang mungkin sudah mendekati 80 derajat (lebay). Dan karena ini adalah gunung muda, jadi bebatuan dan pasir gunung sangat labil dan tidak padat. Alhasil kita melangkah 3 langkah hanya untuk mundur terperosok turun 2 langkah karena pijakan yang berpasir dan berbatu. Dan itu sangat melelahkan. Menemukan batu padat sebagai pijakan adalah sebuah titik aman yang sangat kami syukuri karena kami bisa sedikit menarik nafas.



Pemandangan dari puncak Anak Krakatau

Cukup lama kami menikmati pemandangan dari puncak G. Anak Krakatau hingga akhirnya matahari mulai terasa terik dan baju sudah mulai basah karena keringat yang mulai membanjir. Akhirnya kami turun dan kembali ke pos untuk menikmati sarapan mewah di tepi pantai (lagi) yang juga telah disiapkan oleh penyelenggara. Hanya sebungkus nasi uduk dengan lauk pauk yang kami santap. Tapi suasana dan pengalaman ini membuat harganya naik jadi jutaan kali lipat.

Kawasan taman laut kepulauan G. Anak Krakatau memiliki beberapa pulau di sekitarnya. Salah satunya yaitu Pulau Rakata yang merupakan sisa pulau Krakatau yang meletus pada tahun 1883 yang menjadi destinasi selanjutnya setelah turun dari G. Anak Krakatau. Bukan. Bukan untuk mendaki lagi,  tapi perjalanan dilanjutkan dengan nyebur dan bersnorkeling ria di titik bernama Lagoon Cabe yang berlokasi di dekat P. Rakata ini.






Snorkeling di Lagoon Cabe

Pada saat itu trumbu karangnya banyak yang patah namun masih terlihat segar. Ternyata sekitar 2 minggu sebelum keberangkatan kami, ada badai dan ombak besar yang menghancurkan beberapa kawasan konservasi trumbu karang, termasuk di sekitar spot snorkeling Geligi yang didatangi di hari pertama.

Lagoon Cabe ini airnya lumayan dalam tapi sangat jernih. Paling tidak titik dangkalnya sekitar 3-4 meter dan tepian pantai adalah jurang dari atas puncak gunung sebagai akibat dari runtuhnya badan pulau setelah amukan Krakatau pada 1883 lalu. Jadi bagi yang takut atau tidak pandai berenang jangan lupa pakai life vest (jaket pelampung) supaya snorkeling bisa terasa lebih nikmat dan tidak waswas.

Setelah selesai menikmati Lagoon Cabe kami kembali ke P. Sebesi untuk bersiap kembali ke alamnya masing-masing. Tapi sebelum itu, sementara yang lain masih asik antri bersih-bersih, kami melanjutkan bercanoe ria hingga menjelang waktu keberangkatan untuk kembali ke Dermaga Canti. Dan cerita trip ini ditutup dengan perasaan waswas akan kemungkinan terlambat masuk kerja esok hari karena saat tiba ke Dermaga Canti waktu sudah sangat sore dengan perjalanan berjam-jam menuju kota Palembang (maklum saat itu jalan TOL Palembang-Bakauheni belum selesai).






================
G. Krakatau mungkin memang sebuah tanda kekuatan alam yang maha dahsyat. Tapi tidak bisa dipungkiri bahwa kecantikannya tetaplah merupakan sebuah magnet yang mampu menggaet siapa saja untuk melihat dan menjadi saksi atas keagungan Ilahi. Dan saya bersyukur bahwa tidak terlambat bagi saya untuk menjadi salah satunya dan menapakkan kaki di pasir hitamnya serta menikmati indah pemandangan dari puncaknya sebelum dia menghancurkan dirinya sendiri seraya kembali beristirahat hingga saatnya tiba untuknya kembali menunjukkan keganasannya.

Komentar